MATERI MAKESTA: AHLUSUNNAH WALJAMAAH I
A. AHLUSSUNNAH WALJAMAAH I
A. Tujuan Pembelajaran
1. Peserta Meyakinkan kebenaran Islam
Ahlussunnah waljamaah sebagai gerakan da’wah Islamiyah yang benar dan berkesinambungan
2. Peserta Memahami dalil-dalil kebenaran
yang menjadi rujukan ahlussunnah waljamaah
3. Memahami peran walisongo dalam
perkembangan Islam di Indonesia
B. Pendalaman Materi
1. Pengertian, Dasar, dan sejarah
Islam Aswaja
Ahlu Sunnah Wa al-Jamaah atau yang biasa disingkat dengan ASWAJA secara bahasa
berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan, dan
pengikut. Ahlussunnah berarti orang-orang yang mengikuti sunnah
(perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi Muhammad SAW). Sedangkan al Jama’ah adalah sekelompok orang yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab
mempunyai arti sekumpulan orang yang berpegang berpegang
teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan mendapatkan
keselamatan dunia dan akhirat. Sedangkan secara istilah berarti golongan umat Islam yangdalam bidang
Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi,
sedangkan dalam bidangilmu fiqh menganut Imam madzhab Empat (Hanafi, Maliki,8 Syafi’i dan Hambali) serta dalam bidnag tasawuf menganut pada Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi.1Kata Sunnah berasal dari
Sanna Yasunnu yang bermakna perjalanan dan tradisi yang
dijaga2. secara istilah bermakna jalanyang ditempuh dalam agama tampa ada
ketetapan hokum wajib. Jadi yang dimaksud Sunnah nabi SAW yaitu segala
sesuatu yang dikerjakan oleh nabi SAW dengan sekali-kali meninggalkannya.
Sunnah nabi SAW ada dua macam, pertama Sunnah yang berhubungan ibadah dan disebut
Sunnah alhuda (petunjuk) dan siapa yang melakukan akan
menyempurnakan keimannya, contoh sunnah ini adalah
menghindari yang makruh. Keuda Sunnah yang berhuungan dengan adat
dan ini disebut Sunnah Al Zawaid (tambahan) dan siapa yang melakukannya
akan mendapat pahala dan yang meninggalkannya tidak menjadi keburukan baginya. Cotoh Sunnah
ini adalah kebiasaan nabi SAW dalam berdiri, duduk dan
berpakaian. Penggunaan istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Az Zabididalam Ithaf Sadatul
Muttaqin, penjelasan atau syarah dari Ihya Ulumuddinnya Al-Ghazali: jika
disebutkan ahlussunnah, maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asy‘ari dan
Al-Maturidi.Dalam hadits Rasulululah SAW bahwa yang dimaksud Ahlu Sunnah Wal jamaah adalah “ Ma Ana Alaihi Wa Ashabi” Hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa istilah Ahlu Sunnah digunakan untuk orang-orang yang mengikuti Rasulullah dan para sahabatnya. Wal Jamaah adalah mereka yang ahli tafsir, hadis, dan fiqh. Mereka adalah orang yang mendapat petunjuk yang selalu berpegang teguh pada sunnah Nabi
Muhammad SAW dan khulafa’ al-rashidin, mereka adalah kelompok yang selamat. Para ulama menegaskan pada masa sekarang, mereka telah berkumpul di empat madhab, yaitu
madhab Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hanbali. Dan barang siapa yang keluar
dari empat madhab tersebut pada masa ini termasuk golongan ahli bid’ah.
Islam Ahlu Sunnah Wal al-Jamaah adalah ajaran sebagaimana diungkap Rasulullah SAW dalam sebuah hadits:
“Abdullah binAmr berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya umat Bani Israil terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah belah mejadi tujuh puluh tiga golongan, kesemuanya akan masuk ke neraka kecuali satu golongan yang selamat,” Para sahabat bertanya: “siapa satu golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?”Beliau menjawab:” Yaitu golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran sahabatku.” (HR.Tirmidzi, 2565).
Jadi Islam Ahlu Sunnah Wal Jama’ah adalah ajaran (wahyu Allah SWT) disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada sahabat-sahabatNya dan beliau amalkan serta diamalkan para sahabat.3 Rasulullah menjelaskan bahwa kaum yahudi akan terpecah menjadi 71 golongan, kaum nasrani menjadi 72 sedangkan umat rasulullah akan menjadi 73 golongan dan hanya satu yang selamat dari semua golongan tersebut, yaitu ahlu Sunnah wal jamaah.
Penggunaan istilah ahlu sunnah waljamaah sebagai salahsatu paham dalam
agama islam, memiliki landasan yang kuat dari hadits rasulullah SAW. Hadits
tersebut termasuk dalam katagori hadits shahih menuru beberapa huffads
diantaranya, ibnu hibban, al-tirmidzi, ibnu hajar al atsqalani, aliraqi, Alahkawi, al- suyuthi dan Al-hakim.
2. Kilasan Sejarah gerakan Islam
ahlusunnah wal jamaah dan perkembangannya di Indonesia
Perkembangan Aswaja di Indonesia tidak bisa terlepas dari proses masuknya Islam di Indonesia. Agama Islam memasuki Indonesia pertama kali melalui para pedagang dan ulama Arab,dan selanjutnya
melalui pedagang Persia dan India (Gujarat). Para pedagang dan pelaut dari
Tiongkok beragama Muslim dibawah pimpinan Laksamana Cheng
Ho juga ikut serta dalam menyebarkan Islam di Indonesia. Islam sebagai agama samawi terakhir memiliki banyak ciri khas (khashaish) yang membedakannya dari agama lain. Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah tawassuth, ta‘adul, dan tawazun. Ini adalah beberapa ungkapan yang memiliki arti yang sangat berdekatan atau bahkan sama. Oleh karena itu, tiga ungkapan tersebut bisa disatukan menjadi —wasathiyah. Watak wasathiyah Islam ini dinyatakan sendiri oleh Allah SWT di dalam Al-Qur‘an
“Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umatIslam) umat pertengahan40)
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” Qs. Al Baqarah: 143).
Nabi Muhammad SAW sendiri menafsirkan kata ا Ø·ً ◌س ◌ Ùˆ dalam firman Allah
di atas dengan adil, yang berarti fair dan menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Perubahan fatwa karena perubahan situasi dan kondisi, dan
perbedaan penetapan hukum karena perbedaan kondisi dan psikologi seseorang adalah adil. Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama‘ah tercermin dalam semua aspek
ajarannya, yaitu akidah, syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam
manhaj. Dalam jam‘iyyah Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari golongan
Ahlussunnah wal Jama‘ah, watak wasathiyyah tersebut antara lain terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Melandaskan ajaran Islam kepada
Al-Qur‘an dan Assunnah sebagai sumber pokok dan juga kepada sumbersumber sekunder yang mengacu pada Al-Qur‘an dan As-sunnah seperti ijma‘ dan qiyas.
b. Menjadikan ijtihad sebagai
otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang yang memenuhi
syarat-syarat tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan bagi
yang tidak memenuhi syarat-syarat ijtihad, tidak ada jalan lain kecuali harus bermazhab
dengan mengikuti salah satu dari mazhabmazhab yang diyakini penisbatannya kepada ashabul madzahib.
c. Berpegang teguh pada petunjuk
Al-Qur‘an di dalam melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar, yaitu dakwah dengan hikmah/kearifan, mau‘izhah hasanah, dan mujadalah bil husna.
d. Sebagai salah satu wujud dari
watak wasathiyyah dengan pengertian al-waqi‘iyyah (realistis), Nahdlatul Ulama menghukumi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan Pancasila
sebagai dasarnya sebagai sebuah negara yang sah menurut
pandangan Islam dan tetap berusaha secara terus menerus melakukan perbaikan sehingga menjadi negara adil makmur berketuhanan Yang Maha Esa.
e. Mengakui keutamaan dan keadilan
para shahabat Nabi, mencintai dan menghormati mereka serta menolak dengan keras segala bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap mereka apalagi menuduh
mereka kafir
f. Perbedaan yang terjadi di kalangan
kaum muslimin merupakan salah satu dari fitrah kemanusiaan. Karena itu, menghormati perbedaan pendapat dalam masa`il furu`iyyah-ijtihadiyah adalah
keharusan. Nahdlatul Ulama tak perlu melakukan klaim kebenaran dalam masalah ijtihadiyyah tersebut
3. Islam yang rahmatal lil-alamin sebagai wujud paham Aswaja
Islam adalah agama yang bersifat universal, humanis, dinamis, kontekstual dan akan abadi sepanjang masa. Agama terakhir yang memiliki kitab suci
resmi, orisinal dari Allah Swt, dengan rasul terakhirNya
penutup para nabi-nabi dantidak ada nabi setelahnya. Seperti di jelaskan dalam
Al Qur’an Surat Al Ahzab:
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, melainkan dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs. Al Ahzab: 40).
Allah Swt memberikannya al-Qur’an sebagai panduan hidup umatnya yang bersifat
universal,4 sedangkan ucapan, tingkah laku dan diam Nabi
Muhammad Saw umumnya disebut hadis dan Sunnah adalah panduan
hidup kedua umat Muslim. Islam adalah agama yang
menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Sedari awal Islam mengajarkan
kepada pemeluknya perihal pentingnya menjalin hubungan yang
ramah dalam bingkai toleransi antarumat beragama. Hal ini tidak lain
selain sebagai bukti bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw merupakan ajaran rahmat bagi alam semesta. Untuk menumbuhkan nilai-nilai toleransi, yang harus dipahamim pertama kali adalah kesadaran bahwa perbedaan
dalam agama merupakan hal niscaya yang memang tidak bisa dihindari,
bahkan Al-Qur’an dinyatakan melalui wahyu Tuhan dalam al-Qur’an, . Allah swt berfirman:
“Untukmu agamamu dan untukku
agamaku.” (Qs. Al Kafirun: 6)
Ayat ini menjadi bukti bahwa fakta adanya agama lain tidak bisa dibantah. Memang, umat Islam mesti meyakini bahwa hanya ajaran agamanya yang paling
benar. Namun, dalam konteks relasi bermasyarakat, klaim itu tidak boleh
sampai mengganggu, apalagi menegasikan, penganut agama-agama lain untuk hidup dengan aman.
Selain itu, ayat ini juga menjadi sebuah pesan tentang kebebasan
beragama, bahwa Islam tidak mengajarkan pemaksaan. Keragaman
agama adalah sebuah fakta yang niscaya, dan Islam mendorong umatnya
untuk hidup berdampingan secara damai dengan umat-umat lainnya, tanpa saling menjelekkan. Rasulullah juga menerapkan nilainilaiToleransi ini, dan jejak yang paling kentara adalah saat dirumuskannya Piagam Madinah. Selain penafsiran di atas, ada ayat lain yang justru menjadi dalil paling pokok perihal spirit diutusnya Rasulullah saw, yaitu:
“Kami tidak mengutus engkau (Nabi
Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (Al Anbiya: 107).
Pada ayat di atas, Allah hendak menegaskan kembali bahwa di antara tujuan diutusnya Nabi Muhammad adalah untuk menanamkan kasih sayang kepada
semua umat manusia,nbahkan kepada seluruh alam, tanpa memandang latar belakangnya. Untuk menciptakan persatuan antarumat beragama, tidak ada cara paling tepat selain berlaku toleran, ramah, dan penuh kasih sayang kepada mereka. Oleh karenanya, toleransi menempati posisi sangat penting dalam ajaran Islam itu sendiri. Pada keadaan yang sangat genting,
bahkan nyawa hampir terancam, justru Rasulullah menampakkan kasih sayangnya yang sangat tinggi. Beliau tetap ramah kepada mereka yang bukan hanya menolak risalah beliau, melainkan juga hendak membunuh Nabi. Jika dalam keadaan seperti itu saja Rasulullah bersikap toleran kepada pemeluk agama lain, maka sudah menjadi kewajiban dalam keadaan damai, seperti di Indonesia, toleransi menjadi sikap yang harus dipedomani semua umat beragama.
4.
Prinsip-prinsip dasar gerakan Islam ahlusunnah wal-jamaah yaitu tawasuth dan
i’tidal, tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi mungkar
a. At-tawassuth atau sikap
tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim
kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT dalam surat al-baqarah (143)
b. At-tawazun atau seimbang dalam
segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil aqli (dalil yang
bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Alquran dan Hadis).
c. Al-i‘tidal atau tegak lurus.
Dalam AlQur‘an Allah SWT berfirman dalam Surat Al Maidah:
“Wahai orang-orang yang beriman,
jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan)
saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada
takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Maidah: 8).
d. Tasamuh atau toleransi.
Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun, bukan
berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.
e. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Pengertian amar ma’ruf nahi munkar menurut bahasa adalah pada segala hal yang
dianggap baik oleh manusia dan mereka mengamalkannya serta tidak mengingkarinya. Sedangkan menurut bahasa Arab ma’ruf adalah sesuatu yang dianggap
baik oleh hati dan hati menjadi tenang dengan ma’ruf tersebut. Amar adalah suatu tuntutan atau suatu
perbuatan dan pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang
lebih rendah kedudukannya. Sedangkan kata ma’ruf adalah kata yang mencakup segala sesuatu hal yang dinilai baik oleh hati, dan jiwa merasa
tenang dan tentram terhadapnya. Adapun kata Nahi menurut bahasa
ialah suatu lafadz yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan yang dilarang. Sedangkan
munkar secara etimologi adalah sebuah kata untuk menyebut sesuatu yang dipungkiri, tidak cocok,
dinilai jijik, dan dianggap tidak baik oleh jiwa. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan suatu perintah untuk mengajak atau menganjurkan
hal- hal yang baik dan mencegah hal- hal yang buruk bagi masyarakat. Hal
ini telah tercantum dalam Al- Quran Surat Luqman ayat 17:
“Wahai anakku, tegakkanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (harus) diutamakan.” (Qs. Luqman: 17).
Adapun Amar ma’ruf nahi munkar yang diajarkan oleh Pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari
begitu banyak namun yang menjadi pokok penting yakni tauhid, anti fanatisme, toleransi dan
persaudaraan.
5. Kilasan sejarah gerakan Islam
ahlusunnah wal jamaah dan perkembangannya di Indonesia
Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama‘ah tercermin dalam semua aspek
ajarannya, yaitu akidah, syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam
manhaj. Dalam jam‘iyyah Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari golongan
Ahlussunnah wal Jama‘ah, watak wasathiyyah tersebut antara lain terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Melandaskan ajaran Islam kepada Al-Qur‘an dan Assunnah sebagai sumber pokok dan juga
kepada sumbersumber sekunder yang mengacu pada Al-Qur‘an dan As-sunnah seperti ijma‘ dan qiyas
2. Menjadikan ijtihad sebagai otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang
yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan
bagi yang tidak memenuhi syarat-syarat ijtihad, tidak ada jalan lain kecuali
harus bermazhab dengan mengikuti salah satu dari mazhabmazhab yang diyakini
penisbatannya kepada ashabul madzahib.
3. Berpegang teguh pada petunjuk al-Qur‘an di dalam melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar, yaitu dakwah dengan hikmah/kearifan, mau‘izhah hasanah, dan mujadalah bil husna.
4. Sebagai salah satu wujud dari watak wasathiyyah dengan pengertian
al-waqi‘iyyah (realistis), Nahdlatul Ulama menghukumi NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) dengan Pancasila sebagai dasarnya sebagai sebuah negara
yang sah menurut pandangan Islam dan tetap berusaha secara terus menerus
melakukan perbaikan sehingga menjadi negara adil makmur berketuhanan Yang Maha
Esa.
5. Mengakui keutamaan dan keadilan para shahabat Nabi, mencintai dan
menghormati mereka serta menolak dengan keras segala bentuk penghinaan dan
pelecehan terhadap mereka apalagi menuduh mereka kafir.
6. Tidak menganggap siapa pun setelah Nabi Muhammad saw sebagai pribadi yang
ma‘shum (terjaga dari kesalahan dan dosa).
7.
Perbedaan yang terjadi di kalangan kaum muslimin merupakan salah satu dari
fitrah kemanusiaan. Karena itu, menghormati perbedaan pendapat dalam masa`il furu`iyyah-ijtihadiyah
adalah keharusan. Nahdlatul Ulama tak perlu melakukan klaim kebenaran dalam masalah
ijtihadiyyah tersebut.
8. Menghindari hal-hal yang menimbulkan permusuhan seperti tuduhan kafir
kepada sesama muslim, ahlul qiblah.
9. Menjaga ukhuwwah imaniyyah-islamiyyah di kalangan kaum muslimin dan
ukhuwwah wathaniyyah terhadap para pemeluk agama-agama lain.
10.Menjaga keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani dengan mengembangkan
tasawwuf `amali, majelismajelis dzikir, dan sholawat sebagai
sarana taqarrub ilallah di samping mendorong umat Islam agar melakukan kerja keras untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi mereka.