MATERI MAKESTA: KE-NU-AN 1

 KE-NU-AN I



A.    Tujuan Pembelajaran

1.     Memahami sejarah kelahiran NU dan perkembangannya baik lokal maupun nasional

2.      Memahami misi, bentuk dan sistem organisasi NU

3.      Memahami kedudukan dan peran ulama dalam NU sebagai penerus para nabi

4.      Memahami dasar-dasar dan bentuk-bentuk tradisi keagamaan NU

 

B.     Pendalaman Materi

1.    Sejarah kelahiran NU dan perkembangannya (konteks lokal dan nasional)

    Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawa kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut denganNmembentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan(Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri.Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar).Nahdlatul Ulama, disingkat NU, yang artinya kebangkitan ulama. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama pada tanggal 31 Januari 1926/16 Rajab 1344 H di kampung Kertopaten Surabaya. Nahdlatul Ulama (NU) menjadi salah satu organisasi sosial keagamaan di Indonesia yang pembentukannya merupakan kelanjutan perjuangan kalangan pesantren dalam melawan kolonialisme di Indonesia. NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya oleh sejumlah ulama tradisional yang diprakarsai oleh KH Hasyim Asy’ari. Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Pada tahun 1924 di Arab Saudi sedang terjadi arus pembaharuan. Oleh Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Pada tahun 1924 juga, di Indonesia K.H Wahab Chasbullah mulai memberikan gagasannya pada K.H. Hasyim Asyari untuk perlunya didirikan NU. Sampai dua tahun kemudian pada tahun 1926 baru diizinkan untuk mengumpulkan para ulama untuk mendirikan NU.

    Berdirinya Nahdlatul Ulama tidak bisa dilepaskan dengan upaya mempertahankan ajaran ahlus sunnah wal jamaah (aswaja). Ajaran ini bersumber dari Al-qur’an, Sunnah, Ijma’ (keputusan-keputusan para ulama’sebelumnya) dan Qiyas (kasus-kasus yang ada dalam cerita alQur’an dan Hadits) seperti yang dikutip oleh Marijan dari K.H. Mustofa Bisri ada tiga substansi, yaitu:

a.    Dalam bidang-bidang hukum-hukum Islam menganutsalah satu ajaran dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali), yang dalam praktiknya para Kyai NU menganut kuat madzhab Syafi’i.

b.      Dalam soal tauhid (ketuhanan), menganut ajaran Imam Abu Hasan AlAsy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidzi.

c.        Dalam bidang tasawuf, menganut dasar-dasar ajaran Imam Abu Qosim AlJunaidi. Proses konsulidasi faham Sunni berjalan secara evolutif. Pemikiran Sunni dalam bidang teologi bersikap elektik, yaitu memilih salah satu pendapat yang benar.

 

2.    Misi, Bentuk dan sistem organisasi NU

        Ketika Nahdlatul Ulama’ hidup di dunia modern, mau tidak mau organisasi ini juga harus ikut mengembangkan diri. Guna untuk menyesuaikan perkembangan zaman saat ini, maka AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) NU juga harus ikut berkembang, paling tidak setiap lima tahun sekali.Berdasarkan keputusan Muktamar tahun 2004 di Donohudan, Boyolali disebutkan:Tujuan Nahdlatul Ulama didirikan yaitu berlakunya ajaran Islam yang menganut paham Ahlussunnah Wal Jamaah serta menurut pada salah satu dari keempat madzhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat.Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana penjelasan diatas, maka NU hendaknya menjalankan usaha-usaha sebagai berikut:

a. Di sektor agama, NU harus berupaya melaksanakan ajaran Islam yang menganut paham Ahlussunnah Wal Jamaah dan menurut di salah satu madzhab dalam masyarakat.

b. Di sektor pendidikan, kebudayaan dan pengajaran, mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Di samping itu, NU juga harus berupaya mengembangkan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam guna untuk membina umat agar menjadi Muslim yang takwa, berbudi luhur, berpengalaman luas serta berguna bagi nusa dan bangsa.

c.  Di sektor sosial, NU setidaknya mengupayakan terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi penduduk Indonesia

d. Di sektor ekonomi, NU setidaknya mengupayakan terwujudnya pembangunan ekonomi untuk pemerataan kesempatan berusaha dan hasilnya lebih diutamakan kepada ekonomi kerakyatan.

e. Mengembangkan usaha-usaha yang bersifat positif dan juga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat banyak guna terwujudnya Khaira Ummah.

 

3.    Pengertian dan kedudukan ulama dalam NU

     Jam’iyyah Nahdlatul Ulama adalah merupakan kumpulan para ulama yang bangkit dan membangkitkan pengikut-pengikutnya untuk dapat mengamalkan syariat Islam Ahlusunnah Wal jama’ah. Kedudukan Ulama didalam NU menempati posisi sentral yaitu:

a.    Ulama sebagai pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

b.    Ulama sebagai Pengelola Nahdlatul Ulama.

c.    Ulama sebagai Pengendali Kebijakan–kebijakan Nahdlatul Ulama.

d.   Ulama sebagai panutan dan contoh tauladan bagi seluruh warga Nahdlatul Ulama dan kaum Muslimin khususnya.

 

      Itulah sebabnya, maka antara NU dan Ulama tidak dapat dipisah-pisahkan, artinya saling membesarkan, saling mengambil dan memberi manfaat. Nahdlatul Ulama tanpa Ulama akan gersang tidak ada artinya sama sekali, dan Ulama yang keluar dari Nahdlatul Ulama berkurang bahkan hilang kemanfaatannya bagi masyarakat Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah.Dengan demikian posisi Ulama dan peranannya didalam Nahdlatul Ulama sangat penting, oleh karenanya secara organisatoris Ulama didalam NU disediakan lembaga khusus yang dinamakan “Lembaga Syuriah” yang berfungsi sebagai pengelola, pengendali, Pengawas dan penentu semua kebijaksanaan dalam Nahdlatul Ulama, sehingga dapatlah dikatakan dan memang demikian kenyataannya, bahwa Ulama dan Nahdlatul Ulama merupakan tiang penyangga utama atau soko guru.

LihatTutupKomentar