RIZA PAHLAWAN WaKa 1 PC IPNU Musi Rawas |
Oleh: Riza Pahlawan, Wakil Ketua PC IPNU Musi Rawas Bidang Kaderisasi, Organisasi, Politik, dan Kajian Publik
MUSI RAWAS - Kemarin (21/8), masyarakat Indonesia dikejutkan dengan langkah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menyelenggarakan rapat paripurna secara mendadak untuk membahas Revisi Undang-Undang Pilkada. Langkah ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa DPR RI begitu tergesa-gesa? Apakah ini hanya uji coba untuk melihat reaksi publik, atau benar-benar ada agenda tersembunyi di baliknya?
Dalam dinamika politik Indonesia, kita telah menyaksikan bagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PUU-XXII/2024 dianggap sebagai benteng terakhir bagi demokrasi yang sehat. Namun, dengan adanya upaya DPR untuk menganulir putusan tersebut melalui RUU Pilkada, publik pantas merasa khawatir. Tindakan ini seakan-akan menjadi simbol bagaimana para elite politik berusaha memanipulasi aturan demi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
Bukan rahasia lagi bahwa ada desas-desus mengenai "Raja Jawa" yang dianggap punya pengaruh besar dalam politik nasional. Isu ini kian menguat seiring dengan rumor bahwa pengesahan RUU Pilkada ini dilakukan demi memberi jalan bagi anaknya untuk maju sebagai kepala daerah. Seolah demokrasi bukan lagi milik rakyat, melainkan mainan para elite yang bertujuan melanggengkan kekuasaan keluarga mereka.
Demo yang digelar hari ini menjadi bukti nyata bahwa masyarakat belum sepenuhnya tergerak. Kehadiran massa yang terbatas menunjukkan betapa sebagian besar masyarakat mungkin belum sepenuhnya menyadari ancaman ini. Namun, ini bukan berarti kesadaran publik tidak ada. Justru sebaliknya, kehadiran mereka yang hadir dengan penuh kesadaran menunjukkan bahwa demokrasi kita masih hidup. Meski pemerintah dan elite politik terus mencoba mengobrak-abrik sistem, ada segelintir masyarakat yang tetap berjuang.
Apakah ini hanya cek ombak? Bisa jadi. DPR RI mungkin sedang mencoba mengukur seberapa besar resistensi publik terhadap langkah mereka. Namun, jika kita diam dan tidak bersuara, bukan tidak mungkin RUU Pilkada ini akan segera disahkan tanpa banyak perlawanan. Kita harus terus mengawasi dan bersikap kritis terhadap langkah-langkah yang diambil para elite politik ini. Sehingga PC IPNU Musi Rawas bereaksi keras dan menuntut elite politik untuk tetap menjalankan putusan MK tersebut.
Berikut ini tuntutan tegas PC IPNU Musi Rawas kepada elite politik dan pemerintah:
1. DPR RI Diminta Tidak Melanjutkan Revisi Undang-Undang Pilkada, PC IPNU Musi Rawas menegaskan bahwa DPR RI seharusnya menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang Pilkada yang saat ini sedang berlangsung. Bahwa revisi tersebut tidak sesuai dengan keinginan rakyat dan berpotensi merusak tatanan demokrasi.
2. Pertahankan Putusan MK Tentang UU Pilkada, PC IPNU Musi Rawas menolak keras segala upaya yang bertujuan untuk menganulir atau mereduksi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Putusan MK ini merupakan keputusan final dan mengikat yang harus dihormati dan dilaksanakan oleh semua pihak, termasuk DPR RI.
3. RUU Perampasan Aset Harus Segera Disahkan. Salah satu tuntutan krusial yang disuarakan adalah percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. RUU ini dinilai sangat penting untuk menanggulangi korupsi di Indonesia. Dengan adanya undang-undang ini, harta hasil kejahatan korupsi dapat dirampas dan dipulihkan kepada negara, sehingga memperkuat upaya pemberantasan korupsi.
PC IPNU Musi Rawas berharap tuntutan-tuntutan ini segera didengar dan direspon oleh DPR RI serta Pemerintah demi menjaga demokrasi yang bersih, jujur, dan adil di Indonesia.
Di tengah situasi seperti ini, rakyat harus tetap waspada dan berani bersuara. Demokrasi tidak boleh dikorbankan hanya demi kepentingan segelintir orang. Jika benar ada tekanan dari kelompok tertentu untuk meloloskan RUU Pilkada demi kepentingan pribadi, maka kita harus bersatu melawan upaya tersebut. Demokrasi harus tetap menjadi milik rakyat, bukan milik dinasti politik.
Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Apakah kita akan terus berjuang untuk menjaga demokrasi, ataukah kita akan menyerah dan membiarkan segelintir orang mengambil alih? Jawabannya ada di tangan kita.